Vokalis grup band Seventeen, Riefian Fajarsyah yang biasa disapa Ifan masih mengingat bagaimana dirinya berjuang keras selamat diterjang tsunami Anyer, Banten tujuh hari yang lalu. Bukan tanpa usaha, Ifan yang kehilangan istri, tiga rekan band dan managernya itu hampir menyerah saat dirinya terseret arus tsunami sejauh satu kilometer ke arah laut. Kendati demikian, Ifan akhirnya bisa selamat setelah berjuang selama dua jam lebih tergulung tsunami. Sebelum tsunami mengamuk di Anyer, Ifan sempat menyanyikan dua lagu di depan ratusan peserta gathering PLN di Tanjung Lesung Beach Resort, Banten, Sabtu ( 22 / 12/2018) malam. "Saat itu Seventeen manggung membawakan lagu kedua. Saat aku lagi menghadap ke belakang tiba-tiba panggungnya bergerak dengan sangat cepat. Aku terlempar ke belakang dulu," tutur Ifan saat ditemui Kompas.Com di kediaman almarhumah istrinya, Dylan Sahara Puteri di Kota Ponorogo, Jawa Timur, Jumat ( 28 / 12 / 2018) malam.
Setelah terlempar ke belakang, kata Ifan, dirinya berusaha menahan sekuat tenaga dengan menggunakan kaki. Namun cengkraman kakinya tak mampu menahan kuatnya terjangan tsunami hingga membuatnya tergulung-gulung dalam air. "Setelah terlempar kebelakang tiba-tiba panggungnya kebalik. Air menghantam dari atas dan atap menghantam. Jadi tergulung-gulung dibawah air," ujar Ifan. Saat tergulung dalam air, Ifan merasa seakan sudah mendekati ajal. Pasalnya saat tergulung dalam air badannya terikat dengan kabel sehingga kesulitan bergerak ke atas. "Perasaanku nggak sanggup. Rasanya kayak mati di situ karena tubuhku banyak terikat kabel sehingga tidak bisa keatas. Aku coba lepasin kabel yang membelit badanku pelan-pelan dan akhirnya aku bisa ke atas," kata Ifan. Saat tergulung terjangan tsunami, Ifan belum menyadari kalau dirinya disapu tsunami. Vokalis grup band Seventeen itu baru sadar diterjang tsunami setelah dirinya berhasil muncul kepermukaan laut. Ifan mendengar suara orang berteriak tsunami. Sadar diterjang tsunami, Ifan langsung teringat istrinya, Dylan Sahara Puteri yang saat manggung duduk di depan panggung bersama kembaran dan keluarga lainnya. "Setelah diatas tiba-tiba baru terdengar teriakan, tsunami-tsunami. Dan aku baru tahu, kalau saat itu terjadi tsunami. Otaku baru dapat jawabn, oh tsunami. Dan baru kepikiran di mana istriku, keponakanku dan keluarga. Aku menggapai daun tapi putus," ungkap Ifan. Posisi Ifan yang berada dipermukaan air tak berlangsung lama. Tiba-tiba badanya terseret melesat cepat ke tengah laut sekitar satu kilometer dari daratan. "Di saat saya bersyukur karena sudah dipermukaan tiba-tiba harapanku seperti hilang. Aku lepas dari maut karena bisa muncul dipermukaan tetapi tiba-tiba terseret jauh ke tengah laut. Harapanku langsung jatuh lagi," ungkap Ifan. Di tengah laut ia menjumpai sekitar puluhan orang yang panik berteriak mencari pertolongan ditengah laut. Tak hanya berteriak, beberapa yang berdekatan saling tarik menarik agar tetap bisa diatas permukaan laut. Padahal saat itu ombaknya sangat besar. "Pokoknya chaos banget saat itu. Dalam kegelapan banyak yang berteriak dan nangis disana-sini hingga memekikan takbir," kata Ifan. Menemukan Kotak Kayu Dalam situasi kacau, Ifan menemukan kotak kayu bersama tiga orang lainnya. Kotak kayu itu kemudian dijadikan sebagai pelampung bersama untuk membawa keempatnya ke daratan. Kendati demikian tidak segampang yang dibayangkan menjadikan kotak kayu sebagai pelampung bersama. Ifan bersama tiga orang lainnya harus saling menjaga keseimbangan agar tidak tenggelam. "Tangan kami saja yang memegang kotak. Salah pegang kotaknya bisa muter-muter. Kalau dipikir secara logika tidak sampai. Pokoknya kami harus saling mengimbangi. Kalau tidak imbang bisa muter-muter kotaknya. Begitu muter kami nangis semua karena tidak bisa minta tolong lagi," kenang Ifan. Saat posisi kotak tidak seimbang, antara satu dengan yang lain saling mengingatkan. Pasalnya bila tidak seimbang, kotak akan tenggelam dan semuanya bisa mati tertelan ombak. "Posisi kami berpegangan kotak dan saling menyeimbangkan berlangsung sekitar dua jaman" kata Ifan. Tragisnya lagi keempatnya berpegangan kotak ditengah lautan dalam kondisi gelap gulita. Tak ada cahaya penerangan sinar apapun. "Ceritanya saya seperti dua kali mengalami sakaratul maut, nafas sudah habis dan badan sudah isi air laut semua. Tetapi akhirnya bisa selamat," kata Ifan. Sekitar dua jam mengapung di lautan, Ifan tiba-tiba menyentuh karang. Ia baru sadar sudah dekat dengan daratan. Dan tak lama kemudian, mereka tiba di pantai. Sesampainya di daratan, Ifan dikejutkan dengan kehadiran tiga satpam hotel yang menggunakan senter. Baginya kenekatan tiga satpam berada dipinggir pantai sesuatu yang luar biasa. Apalagi saat itu banyak orang yang memilih ke dataran tinggi untuk mencari selamat. "Saat itu belum ada tim basarnas. Dan ditengah lautan masih banyak orang berteriak meminta pertolongan agar diselamatin," jelas Ifan. Tetapi tiga satpam itu tidak bisa berbuat banyak. Ketiganya datang ke pinggir pantai memberikan tanda cahaya bagi korban yang berada ditengah laut. Dengan tanda cahaya itu, orang yang berada ditengah laut bisa mengetahui posisi daratan. Pasalnya pasca tsunami seluruh listrik padam total sehingga tampak gelap gulita. Selang jam berapa kemudian, polisi dan petugas basarnas mulai berdatangan.)
No comments:
Post a Comment